Banner Penghasil Duit

CashSurfers Get Paid To Surf The Web

Selamat Datang

Selamat datang di manusiadonlot.blogspot.com

Agung Nurcahyo. Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Label

Tanggal Hijriah

Waktu Menunjukkan Pukul

Tampilkan postingan dengan label motivasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label motivasi. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 24 Desember 2011
Apakah Anda bisa ‘merasakan’ adanya perubahan di perusahaan Anda? Saya sengaja memberi tanda petik (‘) pada kata merasakan untuk menekankan bahwa perubahan yang saya maksud bukanlah dari aspek fisik belaka. Perubahan dalam bentuk penerapan system baru atau kedatangan CEO baru tentu mudah untuk kita ketahui. Tapi tahukah Anda bahwa diperusahaan Anda sedang terjadi perubahan yang terjadi sedemikian halusnya sehingga hanya bisa disadari oleh mereka yang benar-benar bisa merasakannya? Orang yang tidak menyadari adanya perubahan itu sering kaget beberapa tahun kemudian. Lalu mereka mengatakan;”suasana kerja dikantor kita sudah tidak seperti dulu lagi..”. Padahal, perubahan itu tidak terjadi begitu saja. Sebaliknya, orang yang menyadari adanya perubahan itu tidak akan kaget. Karena setiap hari, mereka merasakan dan melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang sedang berlangsung. Mereka yang tidak sadar, sering merasa dipaksa untuk menerima perubahan. Sedang mereka yang merasakannya sudah terbiasa mengikuti iramanya. Jika Anda boleh memilih, Anda ingin menjadi kelompok yang mana?
Semua orang ingin sekali menjadi pemimpin, betul? Tidak juga. Yang kita inginkan sebenarnya adalah menjadi ‘pejabat tinggi’, bukan menjadi ‘pemimpin’. Di organsiasi bisnis misalnya, kita ingin menjadi Manager atau Direktur. Dalam pemerintahan, kita ingin menjadi Bupati atau Gubernur. Saat menginginkan jabatan itu, kita tidak benar-benar ingin menjadi pemimpin bagi umat atau orang-orang yang kita pimpin. Kita, lebih menginginkan kebanggaannya, prestisenya, dan fasilitas menggiurkannya. “Nggak juga tuch!” Saya senang jika Anda menyangkal seperti itu. Hal itu menunjukkan bahwa Anda memang berniat mengabdikan diri, bukan sekedar berambisi untuk meraih suatu posisi. Apakah itu penting? Bukan sekedar penting. Tapi juga menentukan apa yang kita lakukan selama memegang jabatan itu dan nasib kita sesudah selesai menjabatnya.
Kamis, 22 Desember 2011
Catatan Kepala: ”Kemampuan seseorang tidak tercermin pada jabatan yang disandangnya, melainkan dalam tindakan aktualnya sehari-hari.”
Salah satu tantangan dalam kepemimpinan adalah bagaimana caranya membuat orang-orang menaruh rasa hormat kepada pemimpinnya. Memang, ada banyak pemimpin berwibawa yang benar-benar dihormati oleh bawahannya. Tetapi, lebih banyak lagi pemimpin yang diremehkan. Khususnya di lembaga-lembaga yang tidak terkungkung oleh senioritas. Siapapun berhak dan bisa meraih jabatan tertentu tanpa harus ‘mengantri’ terlebih dahulu. Ada baiknya memang. Sehingga proses promosi bisa benar-benar mengandalkan kemampuan aktual. Sayangnya rasa hormat bawahan tidak bisa begitu saja muncul. Seorang pemimpin harus memiliki suatu standar kualitas pribadi yang memadai untuk menjadikan orang lain bersedia menghormatinya.
Jumat, 09 Desember 2011
Tak seorangpun suka jika kesalahannya diketahui oleh orang lain. Makanya, setiap kali melakukan kesalahan; kita cenderung menutupinya. Orang yang punya uang berani membayar agar orang lain tutup mulut. Orang yang berkuasa sanggup mengancam saksi mata agar tidak buka suara. Di kantor, orang rela melakukan apapun asal jangan sampai ketahuan atasannya. Ditempat lain, orang menimpakan kesalahannya kepada orang lain. Ada begitu banyak cara menutupi kesalahan. Namun kebanyakan dilakukan dengan cara-cara yang tidak tepat. Padahal, ada teknik terbaik untuk menutupi kesalahan. Yaitu teknik yang bisa dilakukan tanpa melanggar norma. Sudahkah Anda mengetahui tekniknya?
Kamis, 08 Desember 2011
Kita tidak pernah berhenti mencari kebahagiaan. Meskipun sangat sulit untuk mendefinisikannya. Kebahagiaan itu apa dan seperti apa. Tidak mudah untuk memahaminya. Maka kebahagiaan sering menjadi terlampau abstrak untuk bisa kita rengkuh ke alam realitas. Orang miskin mengira orang kaya lebih bahagia karena segalanya serba ada. Orang kaya, banyak yang menilai betapa bahagianya orang-orang miskin yang terbebas dari belenggu hutang hingga ratusan juta bahkan milyaran. Jadi sebenarnya kebahagiaan itu apa? Dalam pencarian atas kebahagiaan itu, saya sering merasakan kenikmatan. Ketika uang saya sedikit – misalnya – saya merasa nikmat. Ketika uang saya sedang banyak, juga terasa nikmat. Ketika sakit, terasa nikmat. Saat sehat juga nikmat. Saat sendiri nikmat, ramai-ramai juga nikmat. Jika kenikmatan-kenikmatan kecil itu kita kumpulkan, lalu dirangkai dalam rentang waktu yang panjang, maka perasaan batin kita menjadi sedemikian nyaman. Pada saat-saat seperti itulah kita merasakan kebahagiaan. Apakah Anda merasakan hal yang sama?
Laksana sebatang pohon; Kebahagiaan itu adalah buahnya. Kenikmatan adalah batangnya. Sedangkan akarnya adalah; rasa syukur. Mau tumbuh dimana buah jika tidak ada batang yang menyangganya? Bagaimana batang bisa tegak jika tidak memiliki akarnya? Maka begitu pula kebahagiaan yang kita cari-cari itu. Tidak mungkin kita bisa meraih kebahagiaan tanpa kemampuan untuk merasakan kenikmatan. Dan kita tidak mungkin bisa menikmati apapun jika tidak memiliki rasa syukur. Maka, untuk bisa meraih kebagiaan itu, kita membutuhkan rasa syukur atas semua nikmat yang kita dapatkan. Karena dari rasa syukur itu akan tumbuh pohon kenikmatan yang kokoh. Barulah pohon kenikmatan itu bisa berbuah kebahagiaan. Jadi, untuk menemukan kebahagiaan; kita perlu terlebih dahulu memiliki rasa syukur itu. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar memiliki akar rasa syukur, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence (NatIn) berikut ini:
Public Training: New Manager’s Leadership Program (Practical Guide for New Managers). Tanggal 9-10 Januari 2012 di Jakarta. HANYA 30 ORANG per batch. Investasi early bird Rp.2,250,000.- Hubungi Ms. Vivi di 0812 1040 3327.
1. Titik awal menuju kebahagiaan. Untuk menuju kebahagiaan, ada rute sederhana yang lurus tidak berkelok. Datar tidak terjal. Halus tidak kasar. Dan aman tidak berbahaya. Dalam rute itu ada titik pemberangkatan bernama ‘rasa syukur’ – jalur untuk dilalui bernama ‘kenikmatan’, dan – tempat tujuan bernama kebahagiaan. Bahagia itu titik terjauh dalam rute perjalanan kita. Sedangkan kenikmatan itu adalah apa yang sepatutnya kita rasakan selama menempuhnya. Rasa syukur ada dimana? Ada didalam daftar opsi atau pilihan hidup kita. Kita boleh memilih untuk memulai perjalanan ini dengan bersyukur sehingga bisa masuk kedalam jalur kenikmatan. Kita juga boleh memilih untuk tidak bersyukur sehingga apapun yang kita dapatkan akan menghasilkan keluh kesah. Konsekuensinya, jika kita memulai dari pos rasa syukur, maka apapun yang kita alami disepanjang perjalanan itu akan penuh dengan kenikmatan sehingga diakhir perjalanan; semua kenikmatan itu diakumulasikan menjadi kebahagiaan. Sebaliknya, jika memulainya dari titik ‘bukan rasa syukur’ maka bahkan semua kemewahan pun tidak akan menghasilkan kenikmatan sehingga tidak mungkin kita bisa meraih bahagia itu. Jadi, mari kita berfokus kepada titik awal pemberangkatan yang bernama ‘rasa syukur’.
2. Rasa syukur atas hidup. Jika ada orang yang ‘menyesali hidup’, maka itu menunjukkan kalau orang itu tidak memiliki rasa syukur atas hidup yang sudah dia dapatkan. Bukan hidupnya yang membuat kita menyesal, melainkan kualitas hidup itu sendiri. Tidak relevan jika kita menyesali hidup karena kualitasnya. Karena hidup itu dihadiahkan oleh Tuhan. Sedangkan kualitasnya, ditentukan oleh ikhtiar yang kita lakukan. Baik atau buruknya kualitas hidup kita sedikit banyak ditentukan oleh kemauan, usaha, kerja keras, dan kegigihan kita untuk memperjuangkannya. Jika kita tersisih dari arena perjuangan itu, mengapa lantas kita salahkan hidup? Kita tentu tidak termasuk orang yang menyesali hidup. Namun, seringkali kita menyesali hal-hal yang ‘tidak kita lakukan’ dimasa lalu. “Oh, seandainya dulu saya begini-begitu, tentu sekarang saya blablabla..” bukankah begitu sesal yang sering kita dengarkan dari dalam? Maka wajar jika Sang Pemberi Hidup menyeru kita untuk mensyukuri hidup. Dia sanggup merenggutnya sejak kemarin. Tapi sampai sekarang kita masih juga hidup. Juga wajar jika kita bersyukur atas anugerah itu dengan menjadikan kehidupan kita baik didalam pandanganNya. Karena tidak ada cara yang lebih baik untuk mensyukuri hidup, selain mengisi hari-hari dalam hidup kita dengan tindakan dan perbuatan yang disukai Sang Pemberi Kehidupan.
3. Rasa syukur atas kemudahan. Sudah berapa banyak kemudahan yang Anda dapatkan? Tubuh Anda sempurna sehingga segala urusan bisa Anda lakukan tanpa hambatan. Ban motor atau mobil Anda terhindar dari paku dijalan sehingga perjalanan Anda tidak mengalami hambatan. Kompor gas Anda menyala normal sehingga masakan Anda bisa matang. Anak-anak Anda sehat sehingga Anda bisa pergi ke kantor dengan tenteram. Gigi Anda afiat sehingga semua aktivitas harian bisa dijalani dengan nyaman. Ada lagi kemudahan lainnya? Banyak. Bahkan guru kehidupan saya mengingatkan; “Jika engkau menghitung-hitung kemudahan yang sudah Tuhan berikan, takkan mungkin engkau sanggup menghitungnya.” Sekarang, apa yang kita lakukan dengan sekujur tubuh kita? Kebaikankah? Atau keburukan? Jika jabatan yang kita sandang itu bagian dari kemudahan yang diberikan Tuhan, maka bagaimana cara kita menunaikan amanah itu pun merupakan gambaran dari rasa syukur yang kita miliki. Semua kemudahan yang kita peroleh, apakah digunakan untuk menimbulkan kesulitan orang lain? Ataukah kita mensyukurinya dengan menjadikan kemudahan yang kita miliki untuk memudahkan urusan orang lain? Faktanya, ketika kita berhasil memudahkan urusan orang lain, hati kita merasa nyaman. Kita menikmati perasaan itu sehingga terdorong untuk melakukan hal yang sama lebih sering lagi. Dan karena aktivitas itu berlangsung terus, maka kenikmatannya pun kita rasakan terus sehingga kebahagiaan pun datang.
4. Rasa syukur atas kesulitan. Mudah untuk berucap ‘Alhamdulillah’ saat keadaan kita sedang serba indah. Bagaimana jika kita sedang berada dalam keadaan yang serba susah? Kayaknya rasa syukur atas kesulitan itu rada ngawur. Sekurang-kurangnya ada 2 alasan mengapa justru kita memerlukan rasa syukur atas kesulitan. Pertama, justru ketika berada dalam kesulitan itu setiap kemudahan yang selama ini kita dapatkan menjadi semakin terasa ‘nilainya’. Mungkin dimasa lalu, belum kita syukuri kemudahan-kemudahan itu. Maka inilah saat yang tepat untuk melakukannya. Sekaligus membuat komitmen pribadi; jika nanti mendapatkannya kembali, saya akan senantiasa mensyukurinya. Alasan kedua, mensyukuri kesulitan yang sedang kita hadapi itu boleh dibilang tingkatan rasa syukur yang paling tinggi. Bayangkan, saat Tuhan menguji kita dengan kesulitan yang sangat berat. Bukannya mengeluh. Kita malah bersyukur karena kesulitan itu justru semakin mendekatkan diri kita kepadaNya. Bukankah kita menjadi semakin kyusuk dalam berdoa ketika sedang serba susah? Maka pantaslah juga jika Tuhan berfirman bahwa; dalam kesulitan itu, terdapat kemudahan. Dan kemudahan itu akan didapatkan oleh orang yang menjaga rasa syukur; meski sedang berada di tengah deraan kesulitan.
5. Rasa syukur atas rasa syukur. Ketika kecil, saya pernah merasakan nikmatnya makan nasi hanya dengan jelantah, atau secuil garam bersama para buruh tani sambil selonjoran di pematang sawah. Ketika dewasa, saya sering berkesempatan bermalam di hotel berbintang. Seperti teman-teman lain ternyata kami hanya bisa menikmati berbagai hidangan mewah itu pada 1 atau 2 hari pertama saja. Selebihnya, kami lebih sering menyantap hidangan dipinggir jalan. Makan di emperan itu, jauh lebih terasa nikmatnya. Beberapa teman mengatakan tidak bisa tidur semalam. Banyak pikiran katanya. Padahal, kasurnya berharga belasan juta. Sedangkan satpam di komplek saya tidur nyenyak sambil duduk di kursi pos ronda yang sudah bulukan. Jadi dimana sesungguhnya nikmat itu adanya? Dalam kemewahan ada kenikmatan. Dalam kesederhanaan pun ada kenikmatan. Jadi bukan kondisi fisiknya yang menentukan. Melainkan dalam rasa syukur. Faktanya, tanpa rasa syukur; keberlimpahan yang kita miliki terasa kurang saja dan tak kunjung memberikan kebahagiaan. Dengan rasa syukur, dalam keterbatasanpun kita merasakan kecukupan. Maka rasa syukur itu pun adalah anugerah tersendiri. Mungkin hanya sedikit orang yang dianugerahi rasa syukur. Banyak yang tidak, sehingga apapun yang mereka miliki tidak bisa dikonversi menjadi kenikmatan, apalagi kebahagiaan. Maka bersyukurlah atas rasa syukur yang telah Tuhan tanamkan dalam hati kita. Karena dengan rasa syukur itu, kita punya peluang untuk meraih kenikmatan dalam hidup, dan berhasil menempuh rute yang tepat menuju kebahagiaan didunia dan diakhirat.
Buah kebahagiaan dipetik dari pohon kenikmatan-kenikmatan kecil yang berhasil kita rangkai dalam setiap detak detik kehidupan yang kita jalani. Sedangkan pohon kenikmatan itu tumbuh kokoh karena disangga oleh rasa syukur yang mengakar. Persis seperti nasihat guru kehidupan saya tentang firman Tuhan, bahwa Dia akan menambah kenikmatan bagi orang-orang yang memiliki rasa syukur. Maka jika Anda ingin melakukan proses atau perjalanan meraih kebahagiaan, mari kita memulai perjalanan itu dari titik awal bernama rasa syukur. Insya Allah, apapun yang kita alami selama perjalanan itu akan terasa nikmat. Sehingga kita bisa menjadi pribadi yang bahagia, hingga diakhir perjalanan ini.
”Segala sesuatu tentang kantor akan sirna kecuali kenangan manis yang kita bangun bersama teman-teman baik.”
Ketika kita menyebut ‘teman sekantor’, sebenarnya kita tidak benar-benar ingin menyebutnya sebagai ‘teman’. ‘Dia bekerja di kantor yang sama dengan kita,’ hanya itu maksudnya. Sekarang, saya ingin mengajak Anda untuk benar-benar ‘berteman’ dengan mereka, bukan sebatas status sebagai sesama karyawan di perusahaan yang sama. Apa memang perlu begitu? Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang mempunyai teman baik dikantor, kehidupan kerjanya jauh lebih menyenangkan daripada orang-orang yang hanya sibuk dengan urusannya sendiri. Hal ini tidak hanya berdampak kepada pribadi orang tersebut, melainkan juga kepada tingkat kepuasannya dalam bekerja. Maksudnya, orang yang berhasil membangun pertemanan yang baik di kantor lebih bisa menikmati pekerjaannya. Apakah Anda merasakan hal yang sama?
Pekerjaan selesai tepat waktu dengan kualitas yang nyaris sempurna. Itulah obsesi saya di tahun-tahun awal perjalanan karir. Segala kebutuhan sudah terpenuhi di ruang kerja sehingga tidak banyak waktu terbuang percuma. Termasuk lunch box yang dibawa dari rumah. Dengan orang lain, saya berhubungan seperlunya untuk urusan pekerjaan. Semuanya jadi efisien. Namun kemudian saya menyadari, bahwa ternyata saya tidak memiliki banyak teman. Karir saya baik. Pendapatan saya cukup. Tetapi, saya seperti sendirian. Lalu saya bertanya; apakah karir seperti ini yang saya inginkan? Tiba-tiba saja saya menyadari bahwa saya membutuhkan lebih dari sekedar lap top, meja kerja, telepon dan tumpukan dokumen. Saya membutuhkan lebih dari sekedar ‘orang sekantor’. Saya membutuhkan seseorang yang bisa menjadi sahabat bukan karena proyek yang harus dikerjakan bersama. Melainkan pertemanan sesuai fitrah manusia. Lalu saya memutuskan untuk mengubah cara bergaul dengan teman-teman dikantor. Hasilnya? Kehidupan karir dan pribadi saya jauh lebih baik dari sebelumnya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar membangun hubungan dengan teman dikantor, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence (NatIn) berikut ini: 

1. Mencari teman untuk tersenyum. Setiap orang membutuhkan rasa bahagia didalam hatinya. Kebahagiaan itu terpancar melalui raut wajahnya. Makanya, salah satu ciri orang bahagia adalah senyumnya yang indah menghias wajah. Walhasil, orang yang jarang tersenyum dikantor boleh jadi bukanlah orang yang bahagia. Masalahnya, untuk bisa tersenyum kita membutuhkan orang lain. Kita tidak mungkin tersenyum sendirian sambil tetap berharap disebut sebagai orang waras. Singkatnya, kita butuh orang lain agar bisa tersenyum secara sehat. Dan dengan senyum itu, kita bisa mendapatkan kebahagiaan yang kita dambakan di tempat kerja. Maka tidak ada cara lain untuk bahagia di kantor selain menjadikan teman-teman di kantor sebagai sahabat kita. Karena tanpa mereka, kita tidak akan pernah bisa tersenyum. Dan tanpa senyum rasa bahagia tidak pernah bisa menjadi milik kita.
2. Merasa senasib sepenanggungan. Kita semua di kantor ini adalah para pribadi yang sedang memperjuangkan hidup. Mungkin kita punya alasan masing-masing. Tetapi, kita sedang sama-sama berjuang untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan. Jujur saja; jika Anda bekerja dikantor itu, belum tentu Anda memang benar-benar ingin bekerja disana. Mungkin karena rewardnya yang besar. Mungkin karena jabatannya. Mungkin karena ada alasan lain. Jika Anda bisa mendapatkan semua yang Anda peroleh itu ditempat lain, apakah Anda masih ingin bekerja disana? Mungkin ya, mungkin tidak. Semuanya tidak mutlak. Namun satu hal yang pasti bahwa cepat atau lambat kita tidak akan bisa lagi bekerja disana. Meskipun kita masih ingin, tetapi hal itu tidak mungkin sehingga kita pun harus meninggalkannya. Itu tidak hanya saya dan Anda saja yang mengalami. Semua orang juga begitu. Makanya, kita dan orang-orang dikantor sebenarnya senasib sepenanggungan. Alangkah baiknya jika kita bisa saling menjaga perasaan dalam pergaulan yang lebih sehat dengan sesama teman di kantor.
3. Hubungan dua arah. Tidak seorang pun selalu berada dalam puncak semangat selama bekerja. Naik dan turun pasti terjadi. Ketika sedang ‘down’, kita membutuhkan seseorang yang bisa membantu kita kembali ‘up’. Orang lain pun membutuhkan kita untuk alasan yang sama. Kita melihat banyak orang yang kehilangan motivasi, dan akhirnya gagal menjalani karirnya. Meski mereka tidak sampai tersingkir, tetapi menjalani keseharian dengan terpaksa dan tanpa gairah. Disekitar kita ada banyak orang seperti itu yang membutuhkan seseorang untuk kembali bangkit. Pada saat yang lain, mungkin kita sendirilah yang mengalami situasi sulit seperti itu. Dengan begitu, kita bisa saling menghibur dikala susah. Saling memotivasi saat kehilangan arah. Saling menguatkan saat sedang lelah. Dan tentu saling berkontribusi dalam pencapaian masing-masing sehingga hubungan saling menguntungkan itu bisa berjalan dua arah.
4. Membangun jembatan emosi. Jika berteman dengan tulus, kita tidak lagi memiliki sifat dengki. Kita justru senang ketika teman kita mendapatkan sesuatu. Disaat begitu banyak orang yang ‘tersiksa’ batinnya karena kalah bersaing dengan orang lain, teman yang tulus justru ikut bahagia dengan merayakan kemenangan temannya. Bahkan jika mereka sedang saling bersaing; mereka tetap menjaga agar tidak saling menyakiti atau mencurangi. Apalagi saat tidak sedang bersaing. Teman kita memberi dukungan penuh seperti halnya kita yang selalu mendukung mereka. Beda banget dengan orang-orang yang tidak memiliki teman di kantornya. Mereka tidak memiliki keterikatan emosi apapun dengan orang lain, karena hubungannya hanya dibangun atas dasar tuntutan pekerjaan. Pertemanan kita membangun jembatan emosi positif, sehingga kita tidak tertarik lagi untuk saling mengakali atau mencurangi.
5. Membuat kenangan positif. Pekerjaan kita hanya sementara. Jika tiba saatnya nanti, kita akan diminta untuk mengembalikan semuanya kepada perusahaan. Sejak saat itu, kita tidak lagi memiliki hubungan apapun dengan perusahaan. Namun, ada yang tidak berakhir begitu saja, yaitu; persahabatan yang telah kita bangun dengan teman-teman dikantor. Sesekali mungkin Anda akan merindukan kantor yang sudah Anda tinggalkan itu. Namun kerinduan itu bukan kepada pekerjaannya, melainkan kepada orang-orang yang pernah menjalin hubungan yang baik dengan Anda. Tidak seorang pun dapat merenggut kenangan indah itu dari benak kita. Setiap kebaikan yang kita berikan kepada rekan sejawat di kantor, atau kebaikan yang mereka lakukan untuk kita; akan menjadi kenangan abadi kita.
Saya pernah diingatkan seorang sahabat yang mewanti-wanti dalam bergaul dengan seseorang yang dinilainya sebagai pribadi yang ‘licik’. “Hati-hati,” katanya, “Dia bisa menusuk dari belakang.” Saya mengakui jika nasihat itu bagus. Namun, saya memutuskan untuk terus berteman dengan siapapun di kantor. Jikapun benar ada orang yang licik, saya percaya satu hal; orang lain tidak akan pernah bisa berbuat licik kepada orang yang tahu bagaimana cara menghadapinya. Maka bertemanlah dengan siapapun di kantor Anda. Maka Anda akan mendapatkan lebih banyak manfaat. Dan kehidupan kerja Anda akan menjadi lebih baik lagi.
10 Cara Menjadi Wirausahawan Sukses - merupakan impian bagi semua orang. Susah bangun usaha merupakan bumbu manis yang kita lewati dalam menjalankan sebuah usaha entah itu di dunia rill atau dunia virtual. Melalui tulisan ini kang salman akan mengungkapkan seperti apa sih contoh dan pribadi seorang wirausahawan sukes.  tulisan ini merupakan kiraman dari seorang mahasiswa Ikopin ke email kang salmam. Mernurut hemat kami, isi posting ini sangat menarik, bahasa sedehana, dan mudah dicerna.

Berikut ini adalah 10 cara dan usaha unuk menjadi orang yang sukses.

1. BERPIKIR KRITIS USAHA YANG AKAN DI JALANKAN :
Memikirkan usaha apa yang akan di jalankan dengan berbagai pertimbangan dan melihat kondisi pasar.

2. MEMPERHITUNGKAN RESIKO YANG AKAN DI HADAPI:
Melihat/Mempertimbangankan Resiko apa yang akan dihadapi dan mampu mengambil resiko itu.

3. BELAJAR DARI YANG BERPENGALAMAN:
Belajar dari pengalaman orang-orang yang telah sukses dan mempraktikannya.

4. MENJALANI USAHA DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH:
Mempunyai niat yang kuat untuk menjalani usaha yang akan dijalani.

5. MEMANFAATKAN PELUANG DENGAN BAIK:
Benar-bener memanfaatkan peuang yang ada.

6. BERSIKAP SPORTIF:
Tidak bersikap curang dalam melakukan usaha

7. JUJUR DALAM MENJALANKAN USAHA:
Selalu bersikap jujur dengan menjalankan usaha yang dijalani tanpa ada niat curang.

8. MENCARI LAHAN(POSISI) PASAR YANG TEPAT:
Memperhatikan tempat usaha dengan keadaan masyarakat

9. MAMPU MENENTUKAN SESUATU YANG DI PERLUKAN MASYARAKAT:
Mengetahui benar-benar apa yang dibutuhkan masyarakat kita dapat menyediakan fasilitas kebutuhan tersebut.

10. TIDAK PERNAH MENYERAH:
Selalu berusaha dan bekerja keras dalam menjalankan usaha serta di barengi dengan doa.
Rabu, 07 Desember 2011
Menjadi seorang pemimpin memerlukan kerja yang serius dan salah satu tips dan teknik kepemimpinan yang harus Anda ketahui adalah tertib sepanjang waktu. Secara umum berada dalam posisi yang memiliki kemwenangan berarti Anda memiliki sejumlah hal yang terjadi pada saat bersaaan. Mampu menertibkan dan mengelola kekacauan dengan sukses adalah kterampilan yang garus dimiliki pemimpin agar tetap efektif.

Berikut beberapa tips dan teknik kepemimpinan yang bisa membantu Anda dikeseharian :

1. Patuh pada Jadwal
Tidak ada hal yang bisa mengacaukan hari dari pada melupakan sesuatu yang harus dilakukan pada hari itu. Patuh pada jadwal, sebanyak mungkin, akan membuat hari berjalan mulus dan lebih sukses. Tidak semua hal yang bisa Anda masukan dalam jdwal, tapi, Anda tahu jika Ada belum melakukan sesuatu karena rutinitas sangat penting bagi Anda.
Senin, 05 Desember 2011
Semua orang ingin sekali menjadi pemimpin, betul? Tidak juga. Yang kita inginkan sebenarnya adalah menjadi ‘pejabat tinggi’, bukan menjadi ‘pemimpin’. Di organsiasi bisnis misalnya, kita ingin menjadi Manager atau Direktur. Dalam pemerintahan, kita ingin menjadi Bupati atau Gubernur. Saat menginginkan jabatan itu, kita tidak benar-benar ingin menjadi pemimpin bagi umat atau orang-orang yang kita pimpin. Kita, lebih menginginkan kebanggaannya, prestisenya, dan fasilitas menggiurkannya. “Nggak juga tuch!” Saya senang jika Anda menyangkal seperti itu. Hal itu menunjukkan bahwa Anda memang berniat mengabdikan diri, bukan sekedar berambisi untuk meraih suatu posisi. Apakah itu penting? Bukan sekedar penting. Tapi juga menentukan apa yang kita lakukan selama memegang jabatan itu dan nasib kita sesudah selesai menjabatnya.
Ketika berkata “mengejar jabatan itu baik adanya,” saya mendapatkan respon beragam. Tanggapan paling menarik datang dari para sahabat yang tidak sependapat. Meskipun saya dapat ‘menjawabnya’ dengan argument canggih, tetapi saya tidak berhenti memikirkannya. Mengapa kita sampai diwanti-wanti oleh Sang Nabi soal tidak mengejar jabatan, padahal dikesempatan lain beliau mengingatkan bahwa kita mesti berani tampil untuk menjadi pemimpin? “Setiap pribadi adalah pemimpin,” katanya. Alhamdulillah, dari proses itu saya mendapatkan pemahaman tambahan. Terminologi kepemimpinan kita memang sudah dirancukan oleh nafsu untuk menguasai suatu kedudukan. Saya tidak tahu persis, apakah itu disebabkan karena sudah terjadi pergeseran peyoratif dari makna kepemimpinan. Atau memang dari dulu kita belum juga berhasil menerapkan konsepsi kepemimpinan itu secara utuh. Makanya, memimpin itu sama sekali berbeda makna dari menjabat. Proses pembelajaran saya masih belum berakhir. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar memahami makna kepemimpinan yang sebenarnya, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence (NatIn) berikut ini: 
“Rat race,” adalah istilah yang lazim digunakan untuk menggambarkan rutinitas hidup yang kita jalani setiap hari. Khususnya Senin sampai Jumat. Bangun pagi-pagi sekali, lalu buru-buru mandi, bergegas pergi, tiba dikantor jam delapan pas, atau agak terlambat sedikit – eh banyak – karena jalanan macet. Kemudian terbenam dalam pekerjaan yang sama seperti kemarin. Begitu bel jam 5 berbunyi ‘Teng!’, otomatis alarm dalam pikiran kita berteriak ‘Go!’. Hasilnya? Ya begitu-begitu saja. Itulah “Rat race”. Saya tidak tahu jika Anda termasuk pemain dalam drama rat race seperti itu atau tidak. Tetapi, setiap orang dalam arena balapan tikus itu senantiasa bertanya-tanya; kenapa hidup gue tetap begini-begini aje? Padahal lingkungan hidup kita berubah loh. Bahkan perusahaan pun berubah. Perubahan yang semestinya menyediakan kesempatan yang melimpah terlewatkan begitu saja. Kenapa? Karena kita tidak bisa menjawab pertanyaan ini dengan baik;”Kalau perusahaan berubah, kita ngapain?” Emboh.
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Mengakui kesalahan dimasa lalu adalah salah satu ciri pribadi terhormat. Sedangkan sikap ngeyel adalah cermin nihilnya sifat ksatria.”
Pernahkah Anda bertemu dengan orang yang suka ngeyel? Sudah jelas dia melakukan kesalahan, eh ngotot saja mencari pembenaran atas tindakannya. Di TV, Koran, dan berbagai media lainnya, banyak sekali contoh orang seperti itu. Di kantor juga sama. Sampai-samapi kita heran sendiri;”Kenapa ya, kok ada orang yang ndablek seperti itu?” Hey jangan salah, kalau berada pada posisi yang sama; kita pun belum tentu tidak begitu lho. Apa lagi zaman serba keterbukaan seperti sekarang. Aib seseorang bisa menyebar sedemikian luasnya. Maka tak heran jika banyak orang yang memilih untuk berdusta saja. Apakah ngeyelnya seseorang merupakan respon terhadap buruknya cara kita menghakimi orang lain? Mungkin ya, mungkin tidak. Yang jelas, itu mencerminkan telah lunturnya sifat ksatria didalam dirinya.
Saya, pernah mencuri uang dari lemari pakaian orang tua saya. Seratus rupiah. Eit, zangan salah. Seratus rupiah pada masa itu bisa membeli sepuluh potong bakwan. Saat Ayah ‘menginterogasi’, saya ngotot tidak mengakuinya. Keadaan sangat menegangkan sekali. “Dang, kamu itu anak yang baik. Bapak akan pergi sebentar. Setelah Bapak kembali, beritahu Bapak yang sebenarnya,” lalu beliau keluar dari kamar. Tak lama kemudian, Ayah kembali lagi. Beliau langsung menuju ke lemari pakaian tempat hilangnya uang itu. Ternyata, beliau menemukannya disana. Utuh. Seratus rupiah. “Lho, uangnya ternyata ada,” beliau berbalik menatap saya. “Uangnya pulang sendiri,” saya bilang. Ayah berjongkok hingga mata kami berdua sejajar. Air mata saya meleleh di pipi kanan dan kiri. Lalu tangis meledak ketika kedua tangan Ayah merengkuh saya kedalam pelukannya. Itulah pelajaran pertama yang saya dapat tentang betapa leganya mengakui sebuah kesalahan yang telah kita lakukan. Tidak disangka, ternyata mengakuinya jauh lebih melegakan hati daripada ngotot untuk menutupinya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar bersikap ksatria atas semua kesalahan dimasa lalu, saya ajak memulainya dengan mempraktekkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn) berikut ini:

1. Ingatlah, percuma menutupinya. Jasad fisik kita tidak suka berkompromi. Jika moral kita kotor, tubuh kita ingin agar dirinya tetap bersih. Maka jika kita culas, misalnya, keculasan itu akan tergambar di wajah kita. Jika kita berbohong, maka kebohongan itu dipancarkan melalui mata. Jika kita mengatakan sesuatu yang tidak benar, maka degup jantung kita memberi sinyal dusta. Maaf, tubuh ini tidak mau berkompromi dengan hawa nafsu. Maka percuma menutupi kesalahan yang kita lakukan dimasa lalu, karena kita tidak akan bisa benar-benar menyembunyikannya. Sesekali, dengarkanlah kembali senandung Chrisye “Ketika Tangan Dan Kaki Berkata”. Lirik gubahan Taufik Ismail itu menggambarkan dengan jelas betapa kita tidak bisa menutupi sedikitpun perbuatan buruk yang kita sembunyikan itu. Maka akuilah. Sebab usaha kita untuk menutupinya akan percuma saja. Bahkan di dunia pun banyak orang yang bisa merasakan jika kita salah. Lihatlah orang-orang yang ngeyel. Anda bisa merasakan kengeyelannya, bukan? Begitu pula jika kita yang ngeyel. Orang lain pun tahu jika kita sedang menutupi sesuatu.
2. Biasakanlah untuk menjadi orang biasa. Selain takut dihukum, alasan kita tidak mau mengakui kesalahan adalah karena kita sendiri merasa malu. Apa lagi jika kita termasuk orang terhormat. Semakin tinggi posisi kita, semakin berat beban nama baik dan gengsi yang harus dipertahankan. Akan semakin sulit jugalah untuk mengakui jika kita ini salah. Makanya, tidak aneh jika orang-orang yang paling jago ‘membela diri’ adalah mereka yang paling tinggi posisinya, paling terkenal reputasinya, paling besar kekuasaannya. Kalau kita sudah kadung ‘dinilai’ orang lain sebagai ‘pribadi terpuji’, rasanya kok berat sekali untuk mengakui adanya keburukan didalam diri kita. Maka tidak jarang orang memilih terus berkubang dari kolam kibul yang satu ke samudra dusta lainnya, asal sisi gelapnya tidak ketahuan. Beruntunglah orang biasa seperti kita. Karena kita tidak dibebani oleh keharusan untuk ‘menyelamatkan nama baik kita’ dari perilaku buruk yang mencorengnya. Lebih mudah jadinya untuk bersikap ksatria. Namun, jika saat ini Anda sudah memiliki posisi tinggi, dan reputasi yang harum mewangi; mungkin sudah waktunya bagi Anda untuk kembali membiasakan diri menjadi orang biasa lagi. Karena perasaan menjadi orang ‘luar biasa’ sering menjauhkan kita dari sifat ksatria.
3. Makin ngeyel Anda, makin sebel orang pada Anda. Kita sering mengira bahwa sifat ngeyel itu mencerminkan ketangguhan. Tidak. Justru ngeyel itu cermin kepicikan. Saya mengenal orang-orang yang mudah sekali untuk ‘diajak menjadi lebih baik’. Ketika ditunjukkan kekurangan yang harus diperbaikinya mereka langsung mengakui tanpa argument berbelit-belit. Lalu mereka berkomitmen untuk tidak mengulanginya lagi. Kepada orang-orang seperti itu, kita sangat respek sehingga tidak ada lagi gairah untuk memperpanjang masalah. Namun, ada juga orang-orang yang sudah jelas salah, tapi ngotot saja mencari pembenaran atas tindakan salahnya. Bukannya mawas diri, mereka malah bertahan dengan argumennya yang defensif. Kepada orang-orang seperti itu, kita sama sekali tidak memiliki simpati. Begitu pula halnya ketika kita yang berbuat kesalahan itu. Kalau kita mau bersikap ksatria untuk mengakuinya, lalu berkomitmen untuk memperbaiki diri maka orang lain pun akan respek kepada kita. Tapi, jika kita ngeyel…hmmh, jangan harap nama baik kita akan pulih karena kengeyelan itu. Justru orang semakin sebal pada kita. Dan semakin kita ngeyel, semakin terlihat buruknya kita. Maka jika ingin menjadi orang baik, kita perlu belajar untuk berhenti ngeyel demi menutupi kesalahan yang kita lakukan. Bersikaplah ksatria, maka orang akan menaruh hormat pada Anda.
4. Posisikanlah diri setara dengan orang lain. Berada di posisi paling tinggi bisa melihat lebih banyak hal. Jadinya berbahaya kalau kita merasa ‘lebih tinggi’ dari orang lain. Kenapa? Karena kita menjadi lebih mudah melihat kesalahan mereka. Padahal, kita sendiri tidak sempurna-sempurna amat. Oleh karenanya, sangat penting untuk memposisikan diri kita setara dengan orang lain. Sehingga kita bisa seimbang dalam melihat ‘keluar’ dan ‘kedalam’. Mungkin Anda pintar, tapi orang lain tahu sesuatu yang Anda tidak tahu. Mungkin jabatan Anda tinggi, tetapi keterampilan atau pengalaman orang lain bisa jadi jauh lebih tinggi. Plus – minuslah, kita ini. Jadi bagusnya ya posisikan diri setara dengan orang lain saja. Dengan begitu, kepala kita tidak menjadi kebesaran. Dengan posisi yang sama tinggi, kita juga tidak menganggap rendah mereka yang berbuat salah. Ya, faktanya memang mereka salah. Tetapi setelah diakuinya kesalahan itu, kita sadar jika mereka juga manusia biasa. Saat kita sendiri yang salah pun, kita tidak terlalu gengsi mengakuinya. ‘Boss tidak pernah salah,” kata orang. Makanya, tidak usah sok nge-boss biar tidak susah mengaku salah. “Orang pinter mesti bener,” katanya. Makanya, zangan sok pinterlah. “Orang suci jauh dari dosa,” kata yang lain. Kalau kita tidak sok suci, maka tidak sulit lagi untuk mengakui kekurangan diri, meminta maaf dari orang lain, dan melakukan perbaikan.
5. Akuilah semuanya, agar dimaafkan. Ayah saya tahu, jika saya mengambil uang itu. Beliau bisa saja memaksa merogoh saku baju saya. Pasti uang itu bisa ditemukan dengan mudah. Tapi tidak dilakukannya. Perlakuan Ayah merupakan momentum penting bagi saya. Jika beliau memaksa, bisa jadi saya akan mencari cara untuk menyembunyikannya ditempat paling sulit. Boleh jadi, hari ini saya menjadi ahli dalam berkilah dan bersilat lidah. Namun, Ayah telah berhasil membuat saya mengakuinya secara sukarela, menyampaikan penyesalan, dan merasakan betapa indahnya mengakui kesalahan. Sampai hari ini, jika saya berbuat salah pada Anda, maka Anda tidak perlu menginterogasi saya. Cukup tunjukkan dimana salah saya, maka saya akan mengakuinya. Saya menyadari pelajaran yang diberikan oleh Ayah bahwa; setiap kesalahan yang diakui mempunyai peluang untuk dimaafkan. Logis, ya? Tidak mungkin kita bisa memaafkan sesuatu yang tidak diakui, kan? Maka jika kita memang telah melakukan kesalahan, sebaiknya berhenti ngeyel. Akuilah semuanya. Karena dengan pengakuan itu, kita punya kesempatan untuk dimaafkan.
Kitab suci dengan jelas merekam wahyu Tuhan yang berfiman;”Pada hari ini Kami tutup mulut mereka. Tangan mereka akan berkata kepada Kami. Dan kaki mereka akan memberi kesaksian. Terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” Merinding kulit tubuh kita jika memahami makna ayat suci itu. Kita sama sekali tidak bisa bersembunyi dari apa yang pernah kita lakukan dimasa lalu. Semakin kita bersembunyi, semakin tidak termaafkan kesalahan itu. Maka sebelum mulut kita ditutup, mari gunakan dia untuk mengakui bahwa kita telah berbuat salah. Mari gunakan lidah ini untuk memohon maaf dengan tulus. Dan mumpung masih ada waktu, mari kita lakukan perbaikan meski sedikit demi sedikit. Semoga dengan begitu, orang lain bersedia melihat bahwa kita memiliki komitmen untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dan semoga dengan begitu, tangan dan kaki kita memberi kesaksian yang baik. Pada hari ketika tangan dan kaki ini mendapat giliran untuk bicara.

About Me

Foto Saya
agung nurcahyo
suka yang gratisan
Lihat profil lengkapku